Kamis, 30 Oktober 2014

ANALISIS KONFLIK PT ANTAM UBPE PONGKOR DAN PETI

Untuk menganalisis keberadaan para pihak terhadap konflik PT Antam UBPE Pongkor dan PETI yang muncul, penulis menggunakan alat bantu dari Fisher yaitu model urutan kejadian yang bertujuan untuk menunjukan kejadian-kejadian yang telah ditempatkan menurut waktu dan menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi. Dalam analisis ini para pihak yang dimasukan kedalam peta urutan kejadian adalah PETI atau gurandil yang disebut juga penambang liar, dan PT Antam pongkor sebagai perusahaan  tambang emas dikawasan Pongkor.
PETI atau Gurandil (Penambang Liar)                                         PT Antam Pongkor

Kegiatan PETI atau Gurandil muncul
1988
PT Aneka Tambang Tbk memulai eksplorasinya di Pongkor  bekerjasama dengan pemegang saham baik pemerintah dan pihak swasta.


1992
Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (UBPEP) yang mengantongi izin KP eksploitasi sejak 10 April 1992 untuk jangka waktu 30 tahun dari Pemerintah.

jumlah gurandil meningkat pesat karena PHK dan mudahnya mendapat uang menjadi guandil

1997
Krisis ekonomi dan PHK
Jumlah PETI atau gurandil mencapai puncaknya, diperkirakan 6.000 gurandil menjarah kawasan pertambangan emas PT Aneka Tambang di Pongkor

1998-1999
kerusuhan yang membumi hanguskan kompleks dan fasilitas kantor UBPEP . Akibat kerusuhan ini PT Antam berhenti berproduksi selama 10 hari.
jumlah PETI atau gurandil mulai berkurang

2000
Pengawasan kawasan semakin diperketat oleh PT. Antam dengan menggunakan bantuan dari aparatur Negara yaitu Kepolisian dan TNI

Jumlah gurandil yang beroperasi mengalami penurunan. kurang lebih sekitar 250 orang yang beroperasi

2003

           
IDENTIFIKASI MASALAH
            Dari pemetaan kasus diatas dengan menggunakan urutan kejadian ada pertanyaan yang menarik jika dilihat dari banyaknya variable pendukung dari keberadaan bisnis pertambangan ini yaitu adanya multipihak yang terdiri dari dukungan pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan aparatur Negara ,yang dimana keberadaan pertambangan tersebut justru mengalami permasalahan. Maka, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan para pihak terkait dengan collaborative governace yang menggunakan variable mutuality dalam konteks penyelesaian konflik perusahaan dengan penambang liar (PETI) tersebut.

                                                                      TUJUAN
            Konflik antara PT Aneka Tambang UBPE Pongkor dan penambang liar atau PETI menjadi faktor pendorong dalam analisis ini. Penulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap permasalahan yang timbul dikawasan tambang PT Antam. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan suatu kajian yang komprehensif tentang hubungan PT Aneka Tambang UBPE Pongkor dengan penambang liar, serta peran pemerintah dan masyarakat sekitar tambang sebagai pemangku kepentingan. Adapun tujuan utama dalam penulisan ini, untuk mengetahui sejauhmana hubungan para pihak dalam pengoprasian collaborative governace dalam konteks penyelesaian masalah ini.

TAHAPAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
Untuk mewujudkan misinya, perusahaan harus melakukan serangkaian studi potensi seperti membangun prasarana publik yang berupa membangun rumah sakit dan menyediakan pelayanan kesehatan gratis, membangun fasilitas pendidikan juga memasok tenaga pengajar; dan menyelenggarakan penyuluhan pertanian dan pengembangan usaha kecil dan menengah. Dalam hal ini perusahaan dapat melakukan pengkajian terhadap segala bentuk persoalan yang timbul dengan berdiskusi dan mengumpulkan para pihak terkait yaitu masyarakat sekitar kawasan penambangan, penambang liar, praktisi, pihak universitas, aparatur negara dalam hal ini kepolisian, LSM, dan pejabat perusahaan dari PT. Aneka Tambang untuk bersama-sama mencapai jalan keluar yang menguntungkan para pihak.
Dalam melakukan tahapan proses peyelesaian sengketa ini, bisa dilakukan dengan kolaborasi yang dianggap sebagai cara mengalokasikan sumber daya yang terbatas dengan memperkuat ikatan antarorganisasi. Bila dikaitkan dengan permasalahan yang timbul dalam kegiatan eksploritasi pertambangan dan kehadiran penambang liar ini, maka pengoprasian collaborative governace dapat dilakukan dalam konteks penyelesaian masalah. Analisis dengan collaborative governace dilakukan dengan memetakan terlebih dahulu bagaimana interkasi para pihak, lapis governance ( Regional, Nasioanal, dan Lokal) dan peran para pihak dalam masalah yang timbul.
Dalam penelitian ini, pemetaan terhadap para pihak yang memiliki pengaruh dan peran terhadap keberadaan kegiatan pertambangan PT Antam UBPE Ponkor. Pemetaan berdasarkan lapis dari Governance dapat dilihat pada table dibawah ini:
NASIONAL
-Pemerintah pusat, sebagai lembaga yang memiliki wewenang paling besar untuk memberikan izin ekploitasi pertambangan.
-Kementrian BUM, sebagai pengawas dalama kegiatan pertambangan di PT Antam
-Pemerintah provinsi, sebagai pihak yang memberikan dukungan terhadap keberadaan bisnis pertambangan ini.
-Pemkot
-Aparatur Negara, pihak yang berperan dalam menjalankan tugas pengamanan terhadap keberlangsungan kegiatan pertambangan.

LOKAL
-Masyarakat, sebagai pihak yang merasakan langsung dampak positif dan negative dari kegiatan pertambangan.
-Penambang Liar (PETI) sebagai pihak yang secara illegal melakukan kegiatan menggali tambang emas milik PT.Antam.


Sejalan dengan upaya perusahaan guna mencari kebijakan terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dengan para pihak dikawasan penambangan, dalam hal ini masyarakat sebagai pihak yang juga menjadi pelaku terhadap persoalan yang timbul, bila menggunakan pengoprasian collaborative governace dalam upaya menyelesaikan masalah dengan menggunakan variable pendudukung Mutuality. Maka tahapan-tahapan yang sebaiknya dijalankan yaitu:
1.      Organisasi/institusi yang bergabung dalam kolaborasi harus saling merasa membutuhkan antara satu sama lain, khususnya untuk mengejar kpentingan bersama yang melampaui kepentingannya sendiri.
2.      Kolaborasi dapat berlangsung sejauh para partner dapat saling menguntungkan dan tidak mengganggu satu sama lain yang disebut komplememter.
3.      Mutuality adalah syarat penting berjalannya kolaborasi.

Variabel Mutuality Dalam Konflik PT Antam UBPE Pongkor dan Penambang Liar (PETI)
AKTOR
KEPENTINGAN
Pemerintah Pusat, Kementrian BUMN
-Pemegang saham mayoritas
-Mengambil keuntungan dari pertambangan

Pemerintah Derah (Pemkot)
-Memajukan ekonomi daerah
-Membuka lapangan pekerjaan

Masyarakat,LSM
-Memebutuhkan Pekerjaan
-Menghindari kerusakan lingkungan
-Perubahan sosial dan pola kebiasaan

Penambang Liar (PETI)
-Menggali emas di Pongkor
-Mendapatkan hak dan akses
-Mendapatkan penghasilan


            Dari table di atas, muncul perbedaan kepentingan dari setiap aktor terhadap keberadaan tambang, dengan menggunakan collaborative governace dengan variable pendudukung Mutuality, dapat dipetakan atau di analisis kesamaan kepentingan dari setiap pihak. Dalam menganalisis kesamaan kepentingan, dapat dilihat bagaimana pihak satu dengan pihak yang lain saling merasa membutuhkan. Analisis kepentingan yang muncul pada setiap aktor, yang pertama pemerintah dan perusahaan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Negara, mengolah SDA untuk mengembangkan bisnis.

Kedua masyarakat sekitar pertambangan dan organisasi lingkungan adalah pihak yang merasakan langsung dampak dari kegiatan pertambangan ini, sehingga kriris sosial dan kerusakan lingkungan menjadi tuntutan masyarakat untuk dilakukan penyelesaian. Ketiga, penambang liar (PETI) melakukan kegiatan menggali emas disebabkan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi karena nilai ekonomi yang tinggi dari SDA yang dihasilkan dari dalam bumi ini. 

Selasa, 28 Oktober 2014

Praktik Toleransi Di Indonesia

Indonesia sebagai Negara yang memiliki beragam suku dan agama sangat rentan terhadap konflik. Benturan yang terjadi akibat perbedaan agama sangat erat kaitannya dengan toleransi yang mulai memudar di masyarakat kita. Sikap toleransi bisa diartikan sebagai sikap untuk menerima perbedaan dari pihak lain, atau juga penerimaan terhadap berbedaan kebiasaan, tindakan dan cara pandang. Jika kita lihat, sikap toleransi yang kini kian menurun dalam masyarakat didorong berbagai faktor.
Timbulnya penurunan terhadap kualitas moral dan pengaruh kekuasaan politik juga menjadi faktor menurunnya kadar toleransi seseorang atau kelompok tertentu. Misalnya, toleransi antar umat beragama, kini kian marak konflik agama seperti konflik antara agama islam dan agama Kristen di Ambon. Hal ini dipicu sikap toleransi yang telah hilang, yang membuat kelompok lain yang berbeda dari kelompoknya adalah musuh atau lawan. Karena dianggap tidak melakukan hal yang sesuai standart dari kelompok itu.
Praktik toleransi misalnya terhadap agama merupakan kebutuhan yang hakiki dalam konteks masyarakat majemuk seperti di Indonesia. Oleh karena, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kemajemukan agama satu sisi merupakan keunikan dan kekayaan tersendiri bagi hidup berbangsa dan bertanah air, namum disisi lain, kemajemukan agama merupakan tanatnagn sekaligus anacaman integrasi suatu bangsa.
Toleran dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama dalam kehidupan manusia. Kebahagiaan dalam kehidupan manusia akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan. bagaimana cara masyarakat bisa mensosialisasikan diri seseorang dengan lingkungannya tersebut, begitu juga pada dasarnya masyarakat harus bisa membentuk sikap toleransi terhadap masyarakat yang lain. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia sikap hormat menghjormati antar pemeluk agama perlu dikembangkan sehingga kerukunan antar umat beragama dapat terjalin dengan baik. Ada berbagai macam toleransi yang ditumbuhakan dalam berkehidupan di masyarakat ,yaitu toleransi beragama dan toleransi antar suku.
Menurunnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat menjadi ancaman terhadap integrasi bangsa. Bahkan hal ini di dukung oleh kelompok politik dengan menggunakan isu global yang mengarah ke diskriminasi agama dan suku. Banyak pakar menilai akar masalah konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya masyarakat yang memilki kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, selain itu adanya perbedaan dalam mengakses fasilitas pemerintah yang berbeda (pelayanan kesehatan, pembuatan KTP, SIM atau sertifikat serta hukum).
Semua perbedaan tersebut menimbulkan prasangka hingga dapat berakhir dengan konflik. Integrasi suatu bangsa dilandasi oleh cita-cita dan tujuan yang sama, dengan kesadaran untuk bertoleransi dan saling menghormati. Demikian pula untuk integrasi bangsa Indonesia. Mengingat Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan memiliki keanekaragaman budaya. Maka sangat memerlukan proses integrasi, karena dampak dari kemajemukan ini sangat berpotensi terjadinya konflik yang tentu saja akan menganggu integrasi nasional.
Kecenderungan terjadinya konflik di Indonesia sangatlah besar, untuk itu hendaknya setiap warga masyarakat di Indonesia harus menyadari dan mempunyai cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia. Cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia yaitu suatu masyarakat dimana semua golongan dapat hidup rukun. Masyarakat harus mampu mengembangkan diri tanpa merugikan golongan lain, menghargai keberadaan golongan lain dan bahkan membantu mendukung golongan-golongan lain.
Sehingga terwujud suatu masyarakat yang adil dan makmur. Dan untuk mencapainya bukan hanya merupakan tugas orang-orang tertentu atau golongan-golongan tertentu tetapi merupakan tugas seluruh nation/bangsa yang memiliki solidaritas terhadap bangsa Indonesia. Sehingga menerapkan sikap toleransi akan sangat mempengaruhi kestabilan bangsa, jika dilihat dari bentuk Negara Indonesia yang sangat multicultural dan multireligi. Bentuk kontribusi positif terhadap praktik toleransi harus mulai dibentuk kembali dan di jaga pada setiap diri masyarakat Indonesia di era sekarang.